Jumat, 04 September 2009

Air Kehidupan

di sungai ini aku mandi, di sungai ini aku sikat gigi, di sungai ini aku melukiskan ritual-ritual pagi, yang terapung menyusuri siang-siang di kota penuh daki
mereka berlalu ditepian sungai, menutup hidung, bergegas tinggalkan deret-deret gubug terpasung
mereka bilang air keruhku ini penuh limbah, polusi, aku mencari mati.
mereka yang lain, dibalik baju-baju birokrasi, menggelar meja-meja dikelilingi kamera,
"Entaskan mereka!".. normalisasi kehidupan, perspektif tanpa cakrawala

aku tak menghenyak sedikitpun tuan,
sebab di sungai hitam ini,
ibuku menanak nasi buat bapakku, seorang kuli
dan airnya mengaliri bubur-bubur bayam saat kami bayi
ari-ari kami, dicuci disini, dan dikuburkan tepat di tepi
di gelas-gelas kaleng berhias karat, ia tersaji berupa teh hangat
saat-saat ibuku bangga membayang beranda restoran seberang jalan

ibuku bilang,
"meski air ini menghitam,
tak akan mampu ia menggelapkan hatimu,
selama kamu membentang ladang
di hamparan dadamu,
membangun surau-surau pelibas galau,
lalu kau gantungkan lentera abadi
di tiang kepercayaan
dan kau jaga apinya dengan keimanan dan keikhlasan..."

aku bergegas, mencelup kedua tanganku
membenam melibas, mengalirkan wudhu
sejenak aku mengerling,
beratus insan telah mengalirkan air tak mengering
dari ruang bersuci..di masjid, tepat diatas gubuk kami
dan sisa air wudhunya mengalir, dari pipa-pipa, mengucuri legam sungai ini

bismillah,
aku bersuci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar